Pendekatan Perencanaan Pendidikan
A. Pendahuluan
Bagi setiap pendidik,
baik yang berstatus sebagai kepala sekolah maupun sebagai guru mata pelajaran
dituntut untuk memahami konsep-konsep
dasar tentang perencanaan pendidikan, pendekatan dalam perencanaan pendidikan
dan beragam model perencanaan pendidikan. Kualitas pemahaman kepala sekolah
terhadap ketiga konsep tersebut akan berpengaruh positif terhadap pelaksanaan
manajemen pendidikan di setiap satuan pendidikan. Demikian juga bagi guru,
kualitas pemahaman terhadap ketiga konsep tersebut akan mendukung pelaksanaan
empat kompetensi professional guru dalam proses layanan pendidikan kepada
peserta didik.
Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa kajian tentang konsep perencanaan, pendekatan dan model
perencanaan pendidikan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas atau kompleks.
Oleh karena itu kajian singkat berikut ini lebih menekankan pada tiga aspek, yaitu: (1) beberapa konsep
tentang perencanaan pendidikan; (2) pendekatan perencanaan pendidikan; dan (3)
beragam metode dan model perencanaan pendidikan. Sedangkan tujuan yang hendak
diraih dari kajian singkat ini adalah diharapkan kajian singkat ini dapat
memberikan informasi awal bagi para peminat kajian tentang perencanaan
pendidikan, dan terus termotivasi untuk meningkatkan pemahamanan lebih lanjut
pada sumber-sumber ilmiah lainnya.
B.
Beberapa Konsep Tentang Perencanaan
Pendidikan
Ada tujuh konsep
penting yang perlu dipahami, dalam mengawali kajian atau pembahasan tentang
konsep perencanan pendidikan, antara lain: (1) pengertian perencanaan
pendidikan; (2) tujuan perencanaan pendidikan; (3) manfaat perencanaan
pendidikan; (4) ruang lingkup perencanaan pendidikan; (5) karakteristik
perencanaan pendidikan; (6) prinsip-prinsip perencanaan pendidikan; dan (7) proses
atau tahapan penyusunan perencanaan pendidikan.
Berikut ini akan dijelaskan secara singkat ketujuh konsep tersebut di atas.
1.
Pengertian perencanaan pendidikan
Pengertian perencanaan,
dan pengertian perencanaan pendidikan. Ada beragam pengertian perencanaan yang telah dikemukakan oleh para ahli, antara
lain menurut: (1) Bintoro Tjokroaminoto, perencanaan adalah ‘proses
mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan tertentu; (2) Prajudi Atmosudirdjo, perencanaan adalah perhitungan
dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan
tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, dimana dan bagaimana cara
melakukannya; (3) Handoko, perencanaan adalah
meliputi: (a) pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi; dan (b)
penentuan strategi, kebijakan, proyek, program, prosedur, metode, sistem,
anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan; (4) Husaini Usman,
perencanaan adalah kegiatan yang akan
dilakukan dimasa yang akan datang untuk mencapai tujuan; (5) Coombs,
perencanaan pendidikan adalah ‘suatu penerapan yang rasional dari analisis
sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu
lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta
didik dan masyarakatnya; dan (6) Sa’ud dan Makmun, perencanaan pendidikan
adalah ‘suatu kegiatan melihat masa depan dalam hal menentukan kebijakan,
prioritas dan biaya pendidikan dengan memprioritaskan kenyataan yang ada dalam
bidang ekonomi, sosial dan politik untuk mengembangkan sistem pendidikan negara
dan pesera didik yang dilayani oleh sistem tersebut (Sa’ud, S. dan Makmun A,S.
2007; Usman, H. 2008).
Dari beberapa definisi
tentang perencanaan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep yang ada dalam pengertian perencanaan
pendidikan adalah: (1) suatu rumusan rancangan
kegiatan yang ditetapkan berdasarkan visi, misi dan tujuan pendidikan;
(2) memuat langkah atau prosedur dalam
proses kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan; (3) merupakan alat
kontrol pengendalian perilaku warga satuan pendidikan (kepala sekolah, guru,
karyawan, siswa, komite sekolah); (4) memuat rumusan hasil yang ingin dicapai
dalam proses layanan pendidikan kepada peserta didik; dan (5) menyangkut masa depan
proses pengembangan dan pembangunan pendidikan dalam waktu tertentu, yang lebih
berkualitas.
2.
Tujuan Perencanaan Pendidikan
Tujuan perencanaan
pendidikan. Ada beberapa tujuan perlunya penyusunan suatu perencanaan
pendidikan, antara lain: (1) untuk standar pengawasan pola perilaku pelaksana
pendidikan, yaitu untuk mencocokkan antara pelaksanaan atau tindakan pemimpin
dan anggota organisasi pendidikan dengan program atau perencanaan yang telah
disusun; (2) untuk mengetahui kapan pelaksanaan perencanaan pendidikan itu
diberlakukan dan bagaimana proses penyelesaian suatu kegiatan layanan
pendidikan; (3) untuk mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur
organisasinya) dalam pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, baik
aspek kualitas maupun kuantitasnya, dan baik menyangkut aspek akademik-nonakademik;
(4) untuk mewujudkan proses kegiatan dalam pencapaian tujuan pendidikan secara
efektif dan sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan; (5) untuk
meminimalkan terjadinya beragam kegiatan yang tidak produktif dan tidak
efisien, baik dari segi biaya, tenaga dan waktu selama proses layanan
pendidikan; (6) untuk memberikan gambaran secara menyeluruh (integral) dan
khusus (spefisik) tentang jenis kegiatan atau pekerjaan bidang pendidikan yang
harus dilakukan; (7) untuk menyerasikan atau memadukan beberapa sub pekerjaan
dalam suatu organisasi pendidikan sebagai ‘suatu sistem’; (8) untuk mengetahui
beragam peluang, hambatan, tantangan dan kesulitan yang dihadapi organisasi
pendidikan; dan (9) untuk mengarahkan proses
pencapaikan tujuan pendidikan (Dahana, OP and Bhatnagar, OP. 1980;
Banghart, F.W and Trull, A. 1990; Sagala, S. 2009).
3.
Manfaat Perencanaan Pendidikan
Manfaat perencanaan
pendidikan. Menurut para ahli, ada beberapa manfaat dari suatu perencanaan
pendidikan yang disusun dengan baik bagi kehidupan kelembagaan, antara lain:
(1) dapat digunakan sebagai standar pelaksanaan dan pengawasan proses aktivitas
atau pekerjaan pemimpin dan anggota dalam suatu lembaga pendidikan; (2) dapat
dijadikan sebagai media pemilihan berbagai alternatif langkah pekerjaan atau
strategi penyelesaian yang terbaik bagi upaya pencapaian tujuan pendidikan; (3)
dapat bermanfaat dalam penyusunan skala prioritas kelembagaan baik yang
menyangkut sasaran yang akan dicapai maupun proses kegiatan layanan pendidikan;
(4) dapat mengefisiensikan dan mengefektifkan pemanfaatan beragam sumber daya
organisasi atau lembaga pendidikan; (5) dapat membantu pimpinan dan para
anggota (warga sekolah) dalam menyesuaikan diri terhadap perkembangan atau
dinamika perubahan sosial-budaya; (6) dapat dijadikan sebagai media atau
alat untuk memudahkan dalam
berkoordinasi dengan berbagai pihak atau lembaga pendidikan yang terkait, dalam
rangka meningkatkan kualitas layanan pendidikan; (7) dapat dijadikan sebagai
media untuk meminimalkan pekerjaan yang tidak efisien atau tidak pasti; dan (8)
dapat dijadikan sebagai alat dalam mengevaluasi pencapaian tujuan proses
layanan pendidikan (Depdiknas. 1997; Soenarya, E. 2000; Depdiknas, 2001).
4.
Ruang Lingkup Perencanaan Pendidikan
Ruang lingkup
perencanaan pendidikan mempunyai jangkauan yang cukup luas, dan dapat ditinjau dari berbagai aspek, antara
lain:
a.
Ditinjau dari aspek spasialnya, yaitu
perencanaan pendidikan yang memiliki karakter yang terkait dengan ruang, tempat
atau batasan wilayah. Perencanaan ini dapat terbagi menjadi: (1) perencanaan
pendidikan nasional, yaitu mencakup seluruh proses usaha layanan pendidikan
yang dilakukan oleh pemerintah pusat, yang bertujuan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional, yang meliputi seluruh jenjang pendidikan dari tingkat
dasar sampai perguruan tinggi, yang diatur dalam sistem pendidikan nasional
(sispenas) melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional; (2) perencanaan
pendidikan regional, yaitu perencanaan pendidikan yang dibuat dan diberlakukan
dalam wilayah regional tertentu, misalnya perencanaan pengembangan layanan pendidikan
tingkat Propinsi dan Kabupaten/ Kota, yang menyangut seluruh jenis layanan
pendidikan di semua jenjang untuk daerah atau propinsi tertentu; (3)
perencanaan pendidikan kelembagaan, yaitu perencanaan pendidikan yang mencakup
satu institusi atau lembaga pendidikan tertentu, misalnya perencanaan
pengembangan layanan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) ‘Mandiri’ kota
‘Maju’ tahun 2010, perencanaan Universitas ‘Citra Bangsa’, dan sejenisnya.
b.
Dintinjau dari aspek sifat dan
karakteristik modelnya, dapat dibagi menjadi: (1) perencanaan pendidikan
terpadu (integrated educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang
mencakup seluruh aspek yang terkait dengan proses pembangunan pendidikan yang
esensial (mendasar), dalam koridor perencanaan pembangunan nasional, dalam hal
ini perencanaan pendidikan ada keterpaduan atau keterkaitan secara sistemik
dengan perencanaan pembangunan bidang ekonomi, politik, hukum dan sebagainya;
(2) perencanaan pendidikan komprehensif (comprehension educational planning), yaitu
perencanaan pendidikan yang disusun secara sistematik, rasional, objektif yang
menyangkut keseluruhan konsep penting dalam layanan pendidikan, sehingga
perencanaan itu memberikan suatu pemahaman yang lengkap atau sempurna tentang
‘apa’ dan ‘bagaimana’ memberikan layanan pendidikan yang berkualitas; (3)
perencanaan pendidikan strategik (strategic educational planning), yaitu
perencanaan pendidikan yang mengandung pokok-pokok perencanaan untuk menjawab
persoalan atau opini, atau isu mutakhir yang dihadapi oleh dunia pendidikan,
misalnya, persoalan yang dihadapi dunia pendidikan sekarang adalah masalah
‘tranformasi teknologi’, atau masalah ‘rendahnya kualitas guru’, atau masalah
‘keterkaitan antara dunia usaha dengan output lulusan’, dan sebagainya. Jadi, perencanaan
ini menyangkut beragam strategi untuk menghadapi persoalan yang muncul.
c.
Ditinjau dari aspek waktunya.
Perencanaan pendidikan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu: (1) perencanaan
pendidikan jangka panjang (long term educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang disusun dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ke atas, isi perencanaan jangka panjang ini
belum ditampilkan sasaran yang bersifat kuantitatif, melainkan dalam bentuk
proyeksi atau perspektif atas keadaan ideal yang diinginkan dalam pembangunan
pendidikan. Contoh, program pendidikan nasional dalam sistem pendidikan
nasional; (2) perencanaan pendidikan jangka menengah (medium term educational
planning), yaitu perencanaan pendidikan yang disusun dalam jangka waktu antara
tiga sampai delapan tahun (perencanaan untuk empat atau lima tahun atau satu
periode kepemimpinan). Perencanaan jangka menengah merupakan penjabaran lebih
kongkrit dari perencanaan jangka panjang, yang sudah merumuskan sasaran atau
tujuan yang secara kuantitatif akan dicapai; dan (3) perencanaan pendidikan
jangka pendek (short term educational planning), yaitu perencanaan pendidikan
yang disusun dalam jangka waktu maksimal satu tahun. Perencanaan ini sering
disebut perencanaan operasional tahunan (annual operational planning), yang
memuat langkah-langkah strategis dan operasional sehari-hari, yang merupakan
penjabaran lebih rinci dan aplikatif dari perencanaan jangka memengah.
d.
Ditinjau dari aspek tingkatan teknis
perencanaan. Perencanaan ini dibedakan menjadi: (1) perencanaan pendidikan
makro, yaitu perencanaan pendidikan yang bersifat nasional atau sering disebut
dengan perencanaan pendidikan nasional, yang berlaku di seluruh negara kesatuan
RI dari jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Perencanaan pendidikan
makro ini disebut juga dengan ‘sistem pendidikan nasional’ (Sispenas); (2)
perencanaan pendidikan mikro, yaitu perencanaan pendidikan yang disusun dan
disesuaikan dengan kondisi otonomi daerah masing-masing. Dalam perencanaan
pendidikan mikro, secara teknis perlu memperhatikan: (a) ketentuan/ standar;
(b) kondisi geografis dan demografis; dan (c) infrastruktur yang ada di daerah,
sedangkan secara non teknis perlu memperhatikan: (a) aspirasi dan peran serta
masyarakat terhadap pendidikan; (b) kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik
dan kamanan daerah; (3) perencanaan pendidikan sektoral, yaitu kumpulan program
atau kegiatan pendidikan yang menekankan pada sektor tertentu, namun tetap ada
keterkaitan dengan sektor lainnya; (4) perencanaan pendidikan kawasan, yaitu
perencanaan pendidikan yang memperhatikan kawasan lingkungan tertentu sebagai
pusat kegiatan pendidikan, misalnya perencanaan pendidikan kawasan pesisir,
kawasan pinggiran kota; (5) perencanaan pendidikan proyek, yaitu perencanaan
operasional yang menyangkut implementasi kebijakan untuk mencapai tujuan,
misalnya perencanaan proyek unik sekolah baru SMK.
e.
Ditinjau dari aspek jenis perencanaan.
Perencanaan pendidikan ini dibedakan menjadi: (1) perencanaan pendidikan dari atas ke bawah
(top down educational planning), perencanaan ini sering disebut juga
perencanaan pendidikan makro atau perencanaan pendidikan nasional; (2)
perencanaan pendidikan dari bawah ke atas (bottom up educational planning), yaitu perencanaan
pendidikan yang dibuat oleh tenaga perencana dari tingkat bawah kemudian
disampaikan ke pusat, misalnya perencanaan yang dibuat oleh guru, kepala
sekolah, Dinas Pendidikan kemudian disampaikan ke Kementrian Pendidikan
Nasional; (3) perencanaan pendidikan menyerong dan menyamping (diagonal educational
planning), perencanaan ini sering disebut perencanaan sektoral, yaitu
perencanaan yang melibatkan kerjasama antar departemen atau lembaga, misalnya,
lembaga Kementrian Pendidikan Nasional dengan Bappeda Propinsi; (4) perencanaan
pendidikan mendatar (horizontal educational planning), yaitu perencanaan
pendidikan yang dibuat dengan menjalin kerjasama antar lembaga atau departemen
yang sederajat, misalnya perencanaan pendidikan antara kementrian pendidikan
dan kementrian agama dan kementrian sosial; (5) perencanaan pendidikan
menggelinding (rolling educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang
dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam bentuk perencanaan jangka pendek,
menengah dan panjang; (6) perencanaan pendidikan gabungan atas ke bawah dan
bawah ke atas (top down and bottom up
educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang
mengintegrasikan atau mengakomodasi kepentingan pusat dan daerah (lokal)
(Oliver, Paul, ed. 1996; Usman, H. 2008).
5.
Karakteristik Perencanaan Pendidikan
Karakteristik
perencanaan pendidikan. Berdasarkan beberapa pengertian, tujuan, manfaat, dan
ruang lingkup perencanaan pendidikan tersebut di atas, maka ciri-ciri
(karakteristik) suatu perencanaan pendidikan antara lain, perencanaan
pendidikan harus: (1) berorientasi pada visi, misi kelembagaan yang akan
diwujudkan; (2) mempunyai tahapan program jangka waktu tertentu (jangka pendek,
menengah dan panjang) yang akan dicapai secara berkesinambungan; (3)
mengutamakan nilai-nilai manusiawi, kerena pendidikan itu membangun manusia
yang berkualitas, yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakatnya; (4)
memberikan kesempatan untuk mengembangkan segala potensi peserta didik secara
maksimal; (5) komprehensif dan sistematis dalam arti tidak praktikal atau
segmentasi tetapi menyeluruh, terpadu (integral) dan disusun secara logis,
rasional serta mencakup berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan; (6)
diorientasikan untuk mempersiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas, yang sanggup mengisi berbagai sektor pembangunan; (7) dikembangkan
dengan memperhatikan keterkaitannya dengan berbagai komponen pendidikan secara
sistematis; (8) menggunakan sumber daya
(resources) internal dan eksternal secermat mungkin; (9) berorientasi kepada
masa datang, karena pendidikan adalah proses jangka panjang dan jauh untuk
menghadapi berbagai persoalan di masa depan; (10) responsif terhadap kebutuhan
yang berkembang di masyarakat dan bersifat dinamik; dan (11) merupakan sarana
untuk mengembangkan inovasi pendidikan, sehingga proses pembaharuan pendidikan terus berlangsung
dengan baik (Banghart, F.W and Trull, A.
1990; Tilaar.H.A.R. 1998; Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007).
Karakteristik
perencanaan pendidikan yang lain adalah sebagai berikut:
a.
Perencanaan pendidikan harus
mengutamakan nilai-nilai manusiawi karena pendidikan itu membangun manusia yang harus mampu membangun dirinya dan
masyarakatnya.
b.
Perencanaan pendidikan harus dapat
memberikan kesempatan untuk mengembangkan berbagai potensi anak didik seoptimal
mungkin.
c.
Perencanaan pendidikan harus memberikan
kesempatan pendidikan yang sama bagi semua anak didik.
d.
Perencanaan pendidikan harus komprehensif dan sistematis dalam arti tidak pasial atau
sigemtaris tetapi menyeluruh, terpadu serta disusun secara logis dan rasional serta mencakup berbagai jenis
dan jenjang pendidikan.
e.
Perencanaan pendidikan harus
berorientasi kepada pembangunan dalam arti bahwa program pendidikan haruslah
ditujukan untuk membantu mempersiapkan manpower
yang dibutuhkan oleh berbagai sektor pembangunan.
f.
Perencanaan pendidikan harus
dikembangkan dengan memperhatikan keterkaitannya dengan berbagai komponen pendidikan secara sistematis.
g.
Perencanaan pendidikan harus menggunakan
resources secermat mungkin karena
resources yang tersedia adalah langka.
h.
Perencanaan pendidikan haruslah
berorientasikan kepada masa datang, karena pendidikan adalah proses jangka
panjang dan jauh untuk menghadapi masa
depan.
i.
Perencanaan pendidikan haruslah
responsif terhadap kebutuhan yang
berkembang di masyarakat tidak sttais tapi dinamis.
j.
Perencanaan pendidikan haruslah
merupakan sarana untuk mengembangkan inovasi pendidikan hingga pembaharuan
trerus-menarus berlangsung.
6.
Prinsip-Prinsip Pendekatan Perencanaan
Pendidikan
Prinsip-prinsip
perencanaan pendidikan. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam
penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:
a.
Prinsip interdisipliner, yaitu
menyangkut berbagai bidang keilmuan atau beragam kehidupan. Hal ini penting
karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta didik harus menyangkut
berbagai jenis pengetahuan, beragam ketrampilan dan nilai-norma kehidupan yang
berlaku di masyarakat.
b.
Prinsip fleksibel, yaitu bersifat
lentur, dinamik dan responsif terhadap perkembangan atau perubahan kehidupan di
masyarakat. Hal ini penting, karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta
didik adalah menyiapkan siswa untuk mampu menghadapi perkembangan Ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan beragam tantangan kehidupan terkini.
c.
Prinsip efektifitas-efisiensi, artinya
dalam penyusunan perencanaan pendidikan didasarkan pada perhitungan sumber daya
yang ada secara cermat dan matang, sehingga perencanaan itu ‘berhasil guna’ dan
‘bernilai guna’ dalam pencapaian tujuan pendidikan.
d.
Prinsip progress of change, yaitu terus
mendorong dan memberi peluang kepada semua warga sekolah untuk berkarya dan
bergerak maju ke depan dengan beragam pembaharuan layanan pendidikan yang lebih
berkualitas, sesuai dengan peranan masing-masing.
e.
Prinsip objektif, rasional dan
sistematis, artinya perencanaan pendidikan harus disusun berdasarkan data yang
ada, berdasarkan analisa kebutuhan dan kemanfaatan layanan pendidikan secara
rasional (memungkinkan untuk diwujudkan secara nyata), dan mempunyai
sistematika dan tahapan pencapaian program secara jelas dan berkesinambungan.
f.
Prinsip kooperatif-komprehensif,
artinya perencanaan yang disusun mampu
memotivasi dan membangun mentalitas semua warga sekolah dalam bekerja sebagai
suatu tim (team work) yang baik. Disamping itu perencanaan yang disusun
harus mencakup seluruh aspek esensial
(mendasar) tentang layanan pendidikan akademik dan non akademik setiap peserta
didik.
g.
Prinsip human resources development,
artinya perencanaan pendidikan harus disusun sebaik mungkin dan mampu menjadi
acuan dalam pengembangan sumber daya manusia secara maksimal dalam mensukseskan
program pembangunan pendidikan. Layanan pendidikan pada peserta didik harus
betul-betul mampu membangun individu yang unggul baik dari aspek intelektual
(penguasaan science and technology), aspek emosional (kepribadian atau akhlak),
dan aspek spiritual (keimanan dan ketakwaan) , atau disebut IESQ yang unggul
(Dahana, and Bhatnagar, 1980; Banghart,
F.W and Trull, A. 1990; Langgulung, H., 1992).
7.
Proses atau Tahap Penyusunan Perencanaan
Pendidikan
Proses atau tahapan
penyusunan perencanaan pendidikan. Menurut Banghart and Trull dalam Sa’ud
(2007) ada beberapa tahapan yang semestinya dilalui dalam penyusunan
perencanaan pendidikan, antara lain:
a.
Tahap need assessment, yaitu melakukan
kajian terhadap beragam kebutuhan atau taksiran yang diperlukan dalam proses
pembangunan atau pelayanan pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Kajian
awal ini harus cermat, karena fungsi kajian akan memberikan masukan tentang:
(a) pencapaian program sebelumnya; (b) sumber daya apa yang tersedia, dan (c)
apa yang akan dilakukan dan bagaimana tantangan ke depan yang akan dihadapi.
b.
Tahap formulation of goals and
objective, yaitu perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang hendak dicapai.
Perumusan tujuan perencanaan pendidikan harus berdasarkan pada visi, misi dan
hasil kajian awal tentang beragam kebutuhan atau taksiran (assessment) layanan
pendidikan yang diperlukan.
c.
Tahap policy and priority setting, yaitu
merancang tentang rumusan prioritas kebijakan apa yang akan dilaksanakan dalam
layanan pendidikan. Rumusan prioritas kebijakan ini harus dijabarkan kedalam
strategi dasar layanan pendidikan yang jelas, agar memudahkan dalam pencapaian
tujuan.
d.
Tahap program and project formulation,
yaitu rumusan program dan proyek pelaksanaan kegiatan operasional perencanaan
pendidikan, menyangkut layanan pedidikan pada aspek akademik dan non akademik.
e.
Tahap feasibility testing, yaitu
dilakukan uji kelayakan tentang beragam sumber daya (sumber daya internal/
eksternal; atau sumber daya manusia/ material). Apabila perencanaan disusun
berdasarkan sumber daya yang tersedia secara cermat dan akurat, akan
menghasilkan tingkat kelayakan rencana pendidikan yang baik.
f.
Tahap plan implementation, yaitu tahap
pelaksanaan perencanaan pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Keberhasilan
tahap ini sangat ditentukan oleh: (a) kualitas sumber daya manusianya (kepala
sekolah, guru, komite sekolah, karyawan, dan siswa); (b) iklim atau pola
kerjasama antar unsur dalam satuan pendidikan sebagai suatu tim kerja (team
work) yang handal; dan (c) kontrol atau pengawasan dan pengendalian kegiatan
selama proses pelaksanaan atau implementasi program layanan pendidikan.
g.
Tahap evaluation and revision for future
plan, yaitu kegiatan untuk menilai (mengevaluasi) tingkat keberhasilan
pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, sebagai feedback (masukan atau
umpan balik), selanjutnya dilakukan revisi program untuk rencana layanan
pendidikan berikutnya yang lebih baik.
C.
Manfaat Perencanaan Pendidikan
Merujuk pada uraian
dari pengertian perencanaan pendidikan sampai tahapan dalam penyusunan
perencanaan pendidikan tersebut di atas, menunjukkan bahwa kedudukan
perencanaan pendidikan dalam proses layanan pendidikan di setiap satuan
pendidikan adalah sangat penting, karena dengan adanya perencanaan pendidikan
yang baik dapat:
a. Meningkatkan kualitas kegiatan atau
aktivitas layanan pendidikan anak secara maksimal, baik menyangkut aspek
akademik atau non akademiknya. Hal ini disebabkan seluruh aktivitas warga
sekolah harus berdasarkan pada program yang telah disusun dengan baik dalam suatu
perencanaan pendidikan secara sistematik dan integral.
b. Mengetahui beberapa sumber daya internal
dan eksternal yang dimiliki untuk dimanfaatkan secara maksimal, dan juga
mengetahui beberapa kendala, hambatan dan tantangan yang akan dihadapi dalam
upaya pencapaian tujuan. Hal ini disebabkan, suatu perencanaan pendidikan yang
baik pasti akan memuat tentang beberapa peluang dalam mencapai tujuan dan
prediksi tantangan atau hambatan yang akan muncul, serta strategi yang harus
dilakukan dalam mengatasi hambatan tersebut.
c.
Memberi peluang pada setiap warga
sekolah dalam meningkatkan beragam kemampuan, keahlian atau ketrampilan secara maksimal, dalam rangka
mewujudkan tujuan layanan pendidikan.
d.
Memberikan kesempatan bagi pelaksana
program untuk memilih beberapa alternatif pilihan tentang metode atau strategi
atau pendekatan yang tepat dalam pelaksanaan perencanaan pendidikan, agar
efektif dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.
e. Memudahkan dalam pencapaian tujuan
pendidikan, karena perencanaan pendidikan yang baik selalu dirancang dengan
tahapan-tahapan pelaksanaan program layanan pendidikan (jangka pendek, menengah
dan panjang), disamping itu telah disusun skala prioritas sasaran tujuan yang
akan dicapai.
f. Memudahkan dalam melakukan evaluasi
tentang seberapa besar pencapaian tujuan layanan pendidikan yang telah diraih,
karena dalam perencanaan pendidikan yang baik selalu merumuskan
indikator-indikator pencapaian tujuan dan instrumen apa yang dipakai dalam
mengukur keberhasilan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan.
g. Memudahkan dalam melakukan revisi
program layanan pendidikan dan proses penyusunan perencanaan pendidikan
berikutnya, sesuai dengan dinamika dan perkembangan kehidupan sosial-budaya (Banghart, F.W and
Trull, A. 1990; Tilaar.H.A.R. 1998; Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007).
D. Jenis-Jenis
Pendekatan Perencanaan Pendidikan
Dalam
perencanaan pendidikan terdapat tiga model pendekatan, yaitu:
1. Pertama, pendekatan permintaan
masyarakat (social demand approach). Dalam pendekatan ini program pendidikan
memang dibuat atas dasar permintaan yang ada di dalam masyarakat dan cenderung
memperhatikan tuntutan sosial akan pendidikan. Pendekatan ini memakai asumsi
bahwa layanan pendidikan merupakan kewajiban pemerintah suatu negara kepada
rakyatnya, oleh karena itu misi sosial dalam pelayanannya sangat menonjol,
terutama untuk jenjang pendidikan dasar.
Para ahli ekonomi
banyak mengkritik pendekatan perencanaan model ini, mereka berpendapat
pendekatan ini mengabaikan masalah besarnya sumber alokasi nasional dan juga
menganggap bahwa pemerintah telah mengabaikan prinsip efisiensi alokasi sumber
daya dan tidak mempersoalkan berapa banyaknya sumber daya yang dialirkan dan
dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan sistem pendidikan. Padahal sumber
tersebut dapat dipakai dengan baik untuk perkembangan nasional secara
keseluruhan terutama dilihat dari sudut investasi ekonomi. Selain itu
pendekatan ini mengabaikan sifat dan macam tenaga kerja yang dihasilkan yang
diperlukan oleh sektor ekonomi, untuk beberapa lapangan kerja jumlah tenaga
kerja yang tersedia begitu melimpah sementara untuk lapangan kerja yang lain
tidak tersedia.
2. Pendekatan kedua adalah pendekatan
ketenagakerjaan (man power planning). Pendekatan ini mendesain perencanaan
pendidikan dikaitkan dengan pengembangan tenaga manusia melalui pendidikan,
guna memenuhi tuntutan kebutuhan sektor perekonomian. Pendekatan ini
memprioritaskan perencanaan pendidikan pada peningkatan/pengembangan pendidikan
yang lebih tinggi (universitas), karena berhubungan langsung dengan penyediaan
tenaga kerja yang dibutuhkan oleh sektor perekonomian. Sementara pendidikan di
tingkat dasar kurang diperhatikan karena tidak menyediakan tenaga kerja secara
langsung, kalaupun ada hanya tenaga kerja yang berlevel rendah.
Dalam perencanaan
ketenagakerjaan ini dilakukan perkiraan-perkiraan terhadap kebutuhan tenaga
kerja untuk sektor-sektor perekonomian. Pendekatan ini dapat dilakukan di level
nasional, lokal maupun di dalam suatu lingkungan industri. Pada tingkat lokal
akan memberikan dampak pada kebijakan dan pengembangan program pengembangan
SDM. Pendekatan ini banyak digunakan untuk menentukan jenis dan program
pelatihan yang dipersyaratkan bagi tenaga kerja, dan perbandingan manfaat-biaya
(cost-benefit) analysis) yang dapat dijadikan alternatif program pelatihan bagi
tenaga kerja.
3.
Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan
nilai tambah (the rate of return approach). Pada dasarnya pendekatan ini
pengembangan lebih lanjut dari pendekatan ketenagakerjaan (man power planning).
Pendekatan nilai tambah yang dikaitkan dengan ketenagakerjaan ini merupakan
pendekatan yang banyak disukai oleh perencana pendidikan khususnya para ahli
ekonomi. Pendekatan ini menitikberatkan pada keseimbangan antara keuntungan dan
kerugian. Prinsip untung rugi inilah yang dipakai oleh individu yang rasional
kalau memutuskan bagaimana sebaiknya membelanjakan uangnya agar keinginannya
tercapai. Ia meneliti alternatif-alternatifnya, menimbang biaya masing-masing
alternatif itu dan kepuasan yang menyertainya atau kegunaan yang akan
diperolehnya dan kemudian memilih kemungkinan-kemungkinan tertentu sebatas
kemampuannya yang paling menguntungkan. Para ahli ekonomi ini mengatakan bahwa
perencanaan ekonomi dan pendidikan harus mengikuti cara berpikir yang sama
seperti ini apabila menghadapi masalah alokasi dari keseluruhan sumber dana
untuk sektor-sektor penting yang berbeda atau didalam menghadapi alokasi dari
keseluruhan sumber sistem pendidikan untuk berbagai sub sektornya. Sebagai
seorang perencana yang baik dituntut untuk berpikir secara intuitif dalam arti
untung rugi ini.
Dalam tataran strategi makro,
pendidikan merupakan sebuah investasi sosial jangka panjang dalam mendukung
proses pembangunan. Pendidikan adalah driver sekaligus katalisator percepatan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan
Kota Tasikmalaya perlu dikembangkan secara komprehensif, sebagai rencana
sistematik dalam menumbuhkembangkan dan memberdayakan sumber daya manusia Kota
Tasikmalaya sekaligus mendukung usaha pembangunan daerah dan pembangunan
nasional.
E.
Metode dan Model Perencanaan Pendidikan
1.
Metode perencanaan pendidikan
Ada beberapa metode
perencanaan pendidikan yang perlu dipahami oleh setiap penyusun perencanaan
pendidikan, antara lain:
a.
Metode analisis sumber-cara-tujuan.
Metode ini dipakai untuk meneliti
sumber-sumber dan beberapa alternatif pelaksanaan program untuk mencapai tujuan
pendidikan. Sebagai penyusun perencanaan pendidikan yang menggunakan metode
ini, hal-hal yang perlu dilakukan adalah: (a) melakukan analisis tentang sumber
daya yang ada, baik sumber daya internal atau eksternal yang dimiliki; (b)
melakukan analisis tentang beberapa metode (cara) atau strategi yang dapat
dilakukan dalam proses pelaksanaan program yang telah dirancang, agar efektif
dalam pencapaian tujuan; dan (c) melakukan analisis tentang tujuan jangka
pendek, menengah dan tujuan jangka panjang secara integral dan
berkesinambungan.
b. Metode analisis masukan-keluaran. Metode
ini dipakai untuk menganalisis beberapa faktor input pendidikan, proses
pendidikan dan output pendidikan. Sebagai penyusun perencanaan pendidikan yang
menggunakan metode ini, hal-hal yang perlu dilakukan adalah: (1) melakukan analisis tentang faktor-faktor
input pendidikan, misalnya: (a) analisis memiliki kebijakan mutu sekolah; (b)
analisis sumber daya tersedia dan siap; (c) analisis tentang harapan prestasi
yang tinggi; (d) analisis terhadap pelanggan (khususnya pada peserta didik yang
masuk); dan (e) analisis manajemen
MBS (Dirjen Dikdasmen, 2006; Bafadal,
I. 2003); (2) melakukan analisis tentang proses layanan pendidikan, misalnya:
(a) analisis efektivitas proses belajar mengajar; (b) analisis kepemimpinan
sekolah yang demokratis; (c) analisis pengelolaan SDM dan keuangan yang
efektif, transparan dan akuntabel; (d) analisis sekolah berbudaya mutu; (e)
analisis sekolah yang memiliki teamwork yang kompak, cerdas, visioner dan
dinamik; (f) analisis kemandirin dalam pengelolaan sumber daya sekolah; dan
sebagainya (Dirjen Dikdasmen, 2006); dan (3) melakukan analisis output
pendidikan, misalnya: (a) analisis kualitas karya sekolah; (b) analisis
produktivitas warga sekolah; (c) analisis lulusan dengan kebutuhan masyarakat;
dan sebagainya.
c.
Metode analisis ekonometrik. Metode ini
memakai data empirik, statistik, kuantitatif dan teori ekonomi dalam mengukur
perubahan untuk hubungannya dengan ekonomi. Metode ini lebih dekat dengan
pendekatan perencanaan pendidikan model untung rugi atau keefektifan biaya. Sebagai penyusun
perencanaan pendidikan yang menggunakan metode ini, hal-hal yang perlu
dilakukan adalah: (1) melakukan analisis secara empirik atau kuantitatif
tentang sumber daya dan sumebr dana yang dimiliki oleh lembaga, yang berpotensi
untuk bisa dikembangkan secara maksimal dalam rangka meraih keuntungan
finansial secara maksimal; dan (2) melakukan analisis tentang peluang output dari layanan
pendidikan yang dapat terserap oleh dunia usaha atau industri, sehingga layanan
pendidikan yang diberikan betul-betul mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Oleh karena proses layanan pendidikan yang tidak bernilai produktif (memberi
nilai ekonomis) harus ditiadakan.
d. Metode diagram sebab akibat. Metode ini
dipakai dalam perencanaan yang menggunakan sekuen hipotetik untuk mendapatkan
gambaran masa depan yang lebih baik. Metode ini hampir sama dengan pendekatan
strategik. Sebagai penyusun perencanaan pendidikan yang menggunakan metode ini,
hal-hal yang perlu dilakukan adalah: (1) melakukan analisis beragam problem
atau beragam tantangan yang akan dihadapi oleh dunia pendidikan di masa yang
akan datang. Oleh karena itu diperlukan adanya analisis SWOT (Strength atau
kekuatan, Weakness atau kelemahan, Opportunity atau kesempatan, and Threat atau
ancaman) secara cermat pada semua aspek atau bidang-bidang pendidikan yang akan
dikembangkan. Tujuan dilakukan analisis SWOT adalah untuk mengenali tingkat
kesiapan setiap bidang pendidikan atau aspek kelembagaan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan pendidikan; dan (2) melakukan analisis tindakan atau
langkah-langkah yang tepat, yang dapat dilaksanakan dalam menghadapi beragam
tantangan atau problem yang muncul pada era yang akan datang.
e. Metode analisis siklus kehidupan. Metode
ini dipakai untuk mengalokasikan sumber daya yang ada di sekolah dengan
memperhatikan siklus kehidupan produksi atau output layanan pendidikan
(lulusan), proyek, program dan proses kegiatan layanan pendidikan. Tahapan yang
perlu diperhatikan oleh penyusun perencanaan pendidikan yang menggunakan metode
ini, adalah: (1) melakukan konseptualisasi program-program dalam perencanaan
pendidikan; (2) spesifikasi program-program dalam perencanaan pendidikan; (3)
pengembangan prototipe layanan pendidikan; (4) pengujian dan evaluasi
program-program dalam perencanaan pendidikan; (5) operasi; dan (6) produk atau
output layanan pendidikan (lulusan).
f. Metode proyeksi. Metode ini paling
banyak dipakai dalam perencanaan pendidikan di tingkat mikro (lembaga satuan
pendidikan). Perencanaan pendidikan yang menggunakan metode proyeksi, akan
menghasilkan cara (metode) pemecahan masalah penduduk lima tahunan, data
persekolahan, proyeksi penduduk usia sekolah, proyeksi siswa, proyeksi ruang
kelas, dan proyeksi kebutuhan guru. Dalam metode ini paling tidak ada tiga
metode proyeksi, yaitu:
1) angka pertumbuhan siswa. Angka
pertumbuhan siswa adalah perhitungan kenaikan siswa setiap tahunnnya, dengan
menggunakan rumus:
Sn-1 – Sn-2
Apn = X 100 %
Sn-2
Keterangan:
Apn = Angka Pertumbuhan siswa tahun n
Sn-1 = Siswa tahun n-1
Sn-2 = Siswa tahun n-2
2) Kohort siwa. Kohort adalah satu angkatan
siswa yang masuk kelas 1 (awal) sampai tamat sekolah. Contoh, pada tahun
pelajaran 2010-2011 siswa yang masuk kelas VII SMP/ MTs berjumlah 500
orang,kemudian tiga tahun berikutnya
2012-2013 yang lulus adalah 470 siswa (94%), sedangkan yang tidak lulus
30 siswa (6 %).
3) Arus siswa. Proyeksi arus siswa ini akan
memberikan gambaran yang lebih akurat dan tepat karena memberikan data yang
mendekati kenyataan. Hal ini disebabkan proyeksi ini menggunakan berbagai
parameter yang mengontrol hasil proyeksi tiga arus dari setiap tingkat, yaitu:
(a) angka mengulang; (b) angka naik kelas; dan (c) angka putus sekolah (Usman,
H. 2008).
2.
Model Perencanaan Pendidikan
Ada beberapa model
perencanaan pendidikan, yaitu:
a. Pertama, model komprehensif. Model ini
digunakan untuk menganalisis perubahan-perubahan dalam layanan pendidikan secara
menyeluruh. Disamping itu, model ini berfungsi juga sebagai pedoman dalam
menguraikan beragam rencana yang lebih khusus ke arah tujuan pendidikan yang
lebih luas.
b. Kedua, model pembiayaan dan keefektifan
biaya. Model ini digunakan untuk menganalisis proyek dengan kriteria efisiensi
dan efektivitas pembiayan layanan pendidikan. Dengan model ini dapat diketahui
proyek layanan pendidikan yang mana yang paling layak atau terbaik untuk
didanai dan dikembangkan dibandingkan dengan proyek-proyek lainnya. Model ini
hampir sama dengan pendekatan untung rugi.
c. Ketiga,
model Planning, Programming, Budgeting System (PPBS), yaitu model sistem
perencanaan, pemrograman, dan penganggaran layanan pendidikan. Model ini banyak
dipergunakan pada perencanaan pendidikan perguruan Tinggi Negeri. PPBS
meruapakan suatu pendekatan sistematis dan komprehensif yang berusaha
menentukan tujuan, mengembangkan program-program untuk dicapai dengan
menggunakan anggaran seefisien dan seefektif mungkin, dan mampu menggambarkan
kegiatan program pendidikan jangka panjang.
d. Keempat, model target setting. Model ini dipergunakan untuk memperkirakan
atau memproyeksi tingkat perkembangan dalam kurun waktu tertentu. Dalam
persiapannya diperlukan model untuk analisis demografis dan proyeksi penduduk,
model untuk memproyeksikan jumlah peserta didik di sekolah, dan model untuk
memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja. Persoalan yang muncul adalah, model yang
manakah yang paling baik diterapkan dalam penyusunan perencanaan pendidikan?,
Menurut para ahli sebaiknya model perencanaan pendidikan yang dipakai dalam
proses layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah mengintegrasikan
beberapa model tersebut di atas, dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi
yang dihadapi oleh masing-masing lembaga pendidikan (Abin, S. Makmun, dkk. 2001; Usman, H. 2008).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Uraian tentang konsep perencanan
pendekatan dan model perencanaan pendidikan tersebut di atas dapat diambil
pokok-pokok kajian sebagai kesimpulan sebagai berikut.
1.
Pertama,
bahwa konsep yang ada dalam
pengertian perencanaan pendidikan, paling tidak mengandung lima hal, yaitu: (a)
suatu rumusan rancangan kegiatan yang
ditetapkan berdasarkan visi, misi dan tujuan pendidikan; (b) memuat prosedur
dalam proses kegiatan untuk mencapai
tujuan pendidikan; (c) merupakan alat kontrol pengendalian perilaku warga
satuan pendidikan; (d) memuat rumusan hasil yang ingin dicapai dalam proses
layanan pendidikan kepada peserta didik; dan (e) menyangkut masa depan proses
pengembangan dan pembangunan pendidikan dalam waktu tertentu, yang lebih berkualitas.
2. Kedua, manfaat perencanaan pendidikan adalah dapat
digunakan sebagai: (a) standar pelaksanaan dan pengawasan proses layanan pendidikan; (b) media pemilihan berbagai
alternatif langkah strategi penyelesaian yang terbaik bagi upaya pencapaian
tujuan pendidikan; (c) media mengefisiensikan dan mengefektifkan pemanfaatan
beragam sumber daya lembaga pendidikan; (d) media untuk memudahkan dalam
berkoordinasi dengan berbagai pihak atau lembaga pendidikan yang terkait, dalam
rangka meningkatkan kualitas layanan pendidikan; dan (e) alat dalam
mengevaluasi pencapaian tujuan proses layanan pendidikan.
3. Ketiga,
suatu perencanaan pendidikan, paling tidak memiliki ciri atau karakteristik,
yaitu perencanaan pendidikan harus: (a) berorientasi pada visi, misi kelembagaan
yang akan diwujudkan; (b) mempunyai tahapan program jangka waktu tertentu yang
akan dicapai secara berkesinambungan; (c) mengutamakan nilai-nilai manusiawi
dan bermanfaat bagi dirinya dan masyarakatnya; (d) memberikan kesempatan untuk
mengembangkan segala potensi peserta didik secara maksimal; (e) komprehensif
dan sistematis serta disusun secara logis, rasional; (f) diorientasikan untuk
mempersiapkan kualitas sumber daya manusia
yang berkualitas; (g) dikembangkan dengan memperhatikan keterkaitannya dengan
berbagai komponen pendidikan secara sistematis; (h) menggunakan sumber daya (resources) internal
dan eksternal secermat mungkin; (i) berorientasi kepada masa dating atau
visioner; dan (j) responsif terhadap kebutuhan yang berkembang di masyarakat dan
bersifat dinamik; dan (k) merupakan sarana untuk mengembangkan inovasi
pendidikan.
4. Keempat,
beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan perencanaan
pendidikan, antara lain: (a) prinsip interdisipliner; (b) prinsip fleksibel;
(c) prinsip efektifitas-efisiensi; (d)
prinsip progress of change; (e)
prinsip objektif, rasional dan sistematis; dan (f) prinsip kooperatif-komprehensif; dan (g)
prinsip human resources development.
5. Kelima,
beberapa tahapan yang semestinya harus dilalui dalam penyusunan perencanaan
pendidikan, antara lain: (a) tahap need assessment; (b) tahap formulation of goals and objective;
(c) tahap policy and priority setting;
(d) tahap program and project formulation; (e) tahap feasibility testing; (f)
tahap plan implementation; dan (g)
tahap evaluation and revision for future plan.
6. Keenam,
ada beragam pendekatan perencanaan pendidikan, yaitu: pendekatan kebutuhan
sosial (social demand approach); pendekatan ketenagakerjaan (manpower
approach); pendekatan untung rugi (cost and benefit approach); dan pendekatan
keefektifan biaya (cost effectiveness approach).
7.
Ketujuh, beberapa metode perencanaan
pendidikan yang perlu dipahami oleh setiap penyusun perencanaan pendidikan,
antara lain: (a) metode analisis sumber-cara-tujuan; (b) metode analisis
masukan-keluaran; (c) metode analisis ekonometrik; (d) metode diagram sebab
akibat; (e) metode analisis siklus kehidupan; dan (f) metode proyeksi.
Kedelapan, ada beberapa model perencanaan pendidikan, yaitu: (a) model
komprehensif, model ini digunakan untuk menganalisis perubahan-perubahan dalam
layanan pendidikan secara menyeluruh; (b) model pembiayaan dan keefektifan
biaya, model ini digunakan untuk
menganalisis proyek dengan kriteria efisiensi dan efektivitas pembiayan layanan
pendidikan; (c) model Planning,
Programming, Budgeting System (PPBS), yaitu model sistem perencanaan,
pemrograman, dan penganggaran layanan pendidikan; dan (d) model target setting, model ini dipergunakan
untuk memperkirakan atau memproyeksi tingkat perkembangan dalam kurun waktu
tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Philip H. Coombs, 1992, What is Educational
Planning?, edisi Indonesia: Apakah Perencanaan Pendidikan itu, Bharata Karya
Aksara dan UNESCO, Jakarta
Tilaar & Ace Suryadi, 1993, Analisis Kebijakan
Pendidikan Suatu Pengantar, PT Remaja Rosdakarya.
Tim penyusun, 2007, Rencana Induk Pembangunan
PendidikanProvinsi Jawa Barat, Bapeda Provinsi Jawa Barat.
Abin, S. Makmun, dkk. 2001. Perencanaan Pembangunan
Pendidikan. Depdiknas. Jakarta.
Atmadi, A dan Setiyaningsih (Ed). 2000. Transformasi
Pendidikan, Memasuki Milenium Ketiga. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Arifin, 2007. “Problematika SDM Guru Dalam Penerapan
KTSP (Sebuah Renungan mencari jalan keluar)”. Jurnal, Media, Pendidikan dan
Kebudayaan Propinsi Jawa Timur. No. 08 /Th.XXXVII / Oktober 2007. hal: 62-65.
Bafadal, Ibrahim. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu
Sekolah Dasar. Bumi Aksara. Jakarta.
Banghart, F.W and Trull, A. 1990. Educational
Planning. New York: The MacMillan. Company.
Bell Gredler, Margaret E., 1986. Learning and
Intruction: Theory into Practice. New York: Macmillan Publishing Company.
BSNP, 2006. Standar Isi. Badan Standar Nasional
Pendidikan, Jakarta.
Dahana, OP and Bhatnagar, OP. 1980. Education and
Communication for Development, Oxford
& LBH Publishing C.O. New Delhi.
Depdiknas, 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat
Pendidikan Menengah Umum. Jakarta.
____, 2003, Undang Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas. Jakarta.
____, 2005,a. Undang Undang Republik Indonesia Nomor
14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen.
____, 2005,b. Standar Nasional Pendidikan. PP. Nomor
19 Tahun 2005. Depdiknas, Jakarta.
____, 2006. Pemberdayaan Komite Sekolah. Dirjen
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Djohar, 1999. Reformasi dan Masa Depan Pendidikan di
Indonesia. IKIP. Yogyakarta
Langgulung, H., 1992. Asas-asas Pendidikan Islam.
Pustaka Al Husna. Jakarta
Mulyasa, E. 2003, Menjadi Kepala Sekolah
Profesional. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007. Perencanaan
Pendidikan, Suatu Pendekatan Komprehensif. Remaja Rosdakarya. Jakarta.
Sagala, S. 2009. Manajemen Strategik Dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan. Alfabeta. Bandung.
Sanjaya, W., 2007. Strategi Pembelajaran,
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Penerbit Kencana Prenada Media Group.
Jakarta.
Soenarya, E. 2000. Pengantar Teori Perencanaan
Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem. Adicita. Yogyakarta.
Tilaar.H.A.R. 1998. Manajemen Pendidikan Nasional
(Kajian Pendidikan Masa Depan). PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Oliver, Paul, ed. 1996. The Management of Education
Change. England: Asghate Publishing Limited.
Usman, H. 2008. Manajemen Teori Praktik dan Riset
Pendidikan.Bumi Aksara. Jakarta.
Vebriarto. 1982. Pengantar Perencanaan Pendidikan.
Penerbit Paramita. Yogyakarta.
Pendekatan Perencanaan Pendidikan
Reviewed by Unknown
on
Tuesday, April 17, 2012
Rating:
No comments:
Post a Comment